Minggu, 27 Mei 2012

Sekilas Tentang Tradisi Bedolan Pamarayan



Tradisi Bedolan Pamarayan yang digelar setahun sekali. Kebiasaan yang digelar setiap tanggal sepuluh bulan sepuluh ini masih dilakukan oleh masyarakat sekitar Bendungan Pamarayan, Kabupaten Serang hingga kini.
Penyelenggaraan Bedolan Pamarayan tahun 2008 ini dilakukan sedikit berbeda dengan tahun sebelumnya, karena dilakukan lebih maju dari waktu yang telah ditentukan karena dirangkaikan dengan peringatan HUT Kabupaten Serang Ke-482. Meski dimajukan beberapa hari dari jadwal tapi acara yang dihadiri ribuan warga ini, tergolong lebih ramai karena sejumlah pejabat Pemkab Serang turut hadir dalam kegiatan ini.
Sejarah bedol Pamarayan sendiri menurut Hudari, Kepala Unit Pelaksana Teknis Bendung Pamarayan, bermula pada masa penjajahan Belanda. “Pada masa Belanda, bedol Pamarayan diadakan untuk mencitrakan bahwa bendungan ini adalah milik rakyat. Sehingga rakyat diminta untuk turut bertanggungjawab dengan memelihara bendungan ini,” tutur Hudari.
Sebetulnya, kata Hudari, Bedolan Pamarayan adalah pesta para petani saat memasuki musim tanam setelah menghadapi kemarau. “Waktu itu Belanda ingin menyatukan antara warga pribumi dengan pendatang supaya bersama-sama menjaga keberadaan bendungan ini,” katanya.
Bendung Pamarayan sendiri direncanakan oleh Belanda sejak tahun 1901 dan baru dibuat pada tahun 1908. “Proyek bendungan ini selesai dikerjakan pada tahun 1914 dan air mulai disalurkan pada tahun 1918,” kata Hudari.
Secara fungsi, bendung Pamarayan digunakan untuk mengairi area persawahan di Kabupaten/Kota Serang yang berjumlah 17.900 hektar untuk saluran induk bagian barat dan 4.660 hektar untuk saluran induk bagian timur. Jangkauannya meliputi beberapa kecamatan diantaranya Cikeusal, Kragilan, Ciruas, Pontang, Tirtayasa, Serang, Kasemen, Kramatwatu, Bojonegara, Pamarayan, Cikande dan Carenang.
Kini, di tahun 2008 bendung Pamarayan masih berdiri kokoh meskipun posisinya telah dipindahkan sekitar 200 meter dari lokasi bendung Pamarayan lama, yang saat ini menjadi benda cagar budaya (BCB). Tak hanya kokoh, tradisi bedol Pamarayan pun masih dilakukan meski sempat terhenti selama dua tahun.
Secara teknis, menurut Hudari, bedol Pamarayan adalah kegiatan untuk memeriksa mesin bendung yang berada di bawah air karena dikhawatirkan sudah ada besi yang tidak layak pakai. “Nah, untuk melihat kondisi besi yang berada di bawah air maka bendung harus dikeringkan terlebih dahulu,” katanya.
Proses pengeringan atau Bedolan Pamarayan inilah yang dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk mencari ikan di area bendung. Seperti yang terlihat pada pesta petani ini pada Kamis (16/10). Ribuan warga memadati area bendung lengkap dengan perlatan tangkap ikan sederhana. Mulai dari jaring, karung, keranjang bambu sampai kain yang digunakan untuk tempat ikan.
Sekira pukul 08.00 WIB, warga sudah mulai berdatangan dari empat penjuru angin. Bahkan, warga yang berasal dari Kabupaten Lebak pun turut hadir pada acara yang dihadiri oleh Bupati Serang Taufik Nuriman. “Lumayan pak, kalau dapat ikan bisa dijual untuk keperluan keluarga,” kata Madsurah, warga asal Cikeusal yang mengaku sudah empat kali ikut dalam kegiatan ini.

Pukul 10.00 WIB ditengah terikan matahari, usai memberi sambutan, Taufik beserta rombongan pejabat menaiki bagian atas bendung yang tangganya sudah terlihat berkarat. Di bagian atas ini terdapat beberapa mesin gulungan yang digunakan untuk mengangkat pintu bendung.
Beberapa menit kemudian sirine berbunyi dan langsung disambut dengan gemuruh air yang selama ini tertahan. Air pun mengalir deras, beberapa jenis tanaman hanyut membentuk miniatur pulau. Sementara itu, warga yang sejak tadi pagi menunggu di pinggir bandung langsung turun dengan membawa alat tangkap ikan.
Ikan yang tidak sempat terbawa air pun terlihat loncat-loncat seperti sedang mabuk. Kesempatan ini tak disia-siakan oleh warga untuk segera menangkap ikan tersebut. “Hasil ikannya nanti mau saya jual untuk keperluan keluarga. Biasanya sih dapat 5-10 kilogram,” ujar Khaerul, warga Pamarayan.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Serang M Yusuf mengatakan, Tradisi Bedolan Pamarayan akan senantiasa dilestarikan sebagai salahsatu wisata budaya yang akan dipromosikan ke masyarakat luas. “Memang kita belum mendesaign promosinya tapi sudah kami rencanakan,” ujarnya. ****
Berjalan terburu-buru menggunakan topi dan membawa peralatan tangkap ikan. Pemandangan seperti ini terlihat saat ribuan warga yang berasal dari berbagai penjuru sekitar Bendung Pamarayan, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, menghadiri tradisi tahunan peninggalan masa penjajahan Belanda yang dikenal dengan sebutan Bedolan Pamarayan.
Sudah hampir 40 tahun, Hanfasoh (76) rutin menjaring ikan saat tradisi Bedol (buka) bendungan Pamarayan dilakukan setiap tahunnya. Tradisi ini terus bertahan hingga wanita renta ini memiliki anak cucu. Selain untuk dibawa pulang, ikan hasil jaringannya tersebut dijual untuk kebutuhan keluarga.
Ada yang berbeda dari tradisi Bedol Bendungan Pamarayan tahun ini. Setelah tahun lalu tidak dibuka, kali ini, bendungan yang dibangun sejak tahun 1990 tersebut dibuka kembali dengan kahadiran Bupati Serang, Taufik Nuriman dengan acara seremonial yang juga tidak pernah dilakukan sebelumnya. Pasalnya, bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Serang ke-482, Pemerintah Kabupaten Serang ingin tradisi tahunan ini menjadi bagian dari hari jadi Kabupaten Serang.
Warga sekitar yang selalu menanti dibukanya bendungan tersebutpun berbondong-bendong mendatangi bendungan yang memiliki sitem irigasi yang mampu mengairi 13.638,50 hektar areal persawahan di Kota/Kabupaten Serang tersebut.
Tak urung, ribuan orang yang sudah menyiapkan jaring masing-masing berbagai ukuran, nampan, bubung dan bahkan jala menungu saat-saat bendungan tersebut dibedol. Tidak terkecuali salah satunya, Hanfasoh. Hanya saja tujuannya datang kesini bukan hanya sekedar menjaring ikan, ia berharap dari hasil tangkapannya tersebut dapat dibawa pulang sebagai lauk, dan sisanya dapat dijual yang hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dapurnya.
“Bedolan Bendungan Pamarayan sudah dilakukan sejak bendungan lama ada. Dan sudah menjadi tradisi warga Pamarayan dan sekitarnya.,” kata ibu ini yang sejak gadis lalau mengikuti tradisi tersebut hampir 40 tahun lalu.
Dia mengungkapkan, sebanarnya bukan dibukanya bendungan yang ditungu warga, namun ikan yang berada dibendungan tersebut yang ingin didapatkan. Sebab ribuan ekor ikan akan bermunculan saat bendungan surut setelah dibedol. “Tradisi Bedolan Bendungan yang ditunggu adalah kegiatan mencari ikannya. Lumayan selain buat makan, kalau lebih bisa dijual,” terangnya.
Dari mulut ibu berwajah kriput ini diceritakan, setiap tahunnya hampir seluruh warga menungu momen-momen Bedolan Bendungan Pamarayan tersebut. Sebab tidak sedikit warga yang mampu membawa 10-20 kilogram ikan dari bendungan yang sebenarnya dibuka untuk menandai pola tanam tahap I bagi para petani yang ada di hilir aliran sungai ciujung ini. “Tapi kalo lagi ga dapet ikan. Ya, engga dapet,” tukasnya.
Dituturkan warga lainnya, Madroji (69), sebelumnya bendungan tersebut tidak berada di lokasi yang sekarang. Dahulu, bebernya, bendungan tersebut ada di lokasi lain yang dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda sejak tahun 1876. Namun ulasnya, tradisi bedol bendungannya saja yang tidak bernah berubah baik dilokasi yang lama maupun yang baru. “Kalau saya dari masih muda udah melakukan rutinitas ini. Sebab ikan yang ditanam di bendungan ini cukup menarik keinginan masyarakat untuk dijaring dan dibawa pulang,” terangnya.
Pantauan Tangerang Tribun ketika bendungan dibuka, dari bendungan yang telah dilengkapi dengan pintu-pintu jaringan irigasi tersebut, warga yang sudah menanti akhirnya meluapkan tradisi menjaring ikan setelah bendungan dibuka oleh Bupati Serang Taufik Nuriman, tidak kurang ribuan warga langsung menyerbu lokasi bendungan yang mulai menyusut airnya tersebut. Warga yang yang sudah berbekal jaring langsung mencari ikan hingga seluk-beluk lumpur yang memenuhi bendungan. Bahkan tidak sedikit warga yang telah berhasil menjaring banyak ikan langsung menjajakannya kepada warga yang menyaksikan agenda Bedolan Bendungan itu.
Macam-macam ikan yang didapat, mulai dari ikan betok, betik, gabus, nila, tawes dan yang pasti ikan caung dijajakan para penjaring ini disekitar areal bendungan. “Lumayan lah, seikat bisa dijual dengan harga Rp15.000 - Rp20.000. Kebanyakan yang yang dicari ikan caung yang jumlahnya sangat banyak disepanjang aliran sungai ciujung ini,” kata Imah, warga Bojong Catang sambil menawarkan ikan-ikan hasil tangkapannya tersebut. (**)

STRUKTUR KEPENGURUSAN

KOMUNITAS GEDUNG PAPAK

KETUA
ISEP FARIHAT

SEKRETARIS
NANAN SUPRIATNA

BENDAHARA I
WAHYU D. ALAMSYAH

BENDAHARA II
EKO PRIATNA


BIDANG PUBLIKASI DAN KONSULTASI
Kordinator  : Kamris Baladewa
Anggota      : 
  • Tirta Adhytia
  • Anas Alamin
  • Rendra Mulya Artha
  • Nova Rieza
  • Ita
  • Tio
BIDANG PERAWATAN CAGAR BUDAYA
Kordinator  : Ugay
Anggota      :
  • Abdul Kholik
  • Adi Wiguna
  • Ronal Lexi
  • Imas
  • Ai
  • Siti Jubaedah
BIDANG HUMAS
Kordinator  : Erdiansyah
Anggota      : 
  • Hasan Sadeli
  • Yaya Sunarya
  • Adi K.J
  • Imat Rahmat
  • Habibi Kibil
  • Ali Musa
  • Udin Bako
BIDANG TATA USAHA
Kordinator  : Iyos Rosyadi
Anggota      : 
  • Enday Nurmahdiah
  • Maman Miang
  • Jimmy
  • Zaenal Muttaqien
  • Muhammad Farhan
  • Ilul Amaludin
  • Rohanah
BIDANG KEAMANAN
Kordinator  : Utang
Anggota      :
  • Epul
  • Emmy
  • Febry
  • Zaman
  • Egys
  • Dani
  • Gatot
  • Pian
  • Kimong





About Us...,

KOMUNITAS GEDUNG PAPAK

Kronologis seputar pembentukan sebuah wadah yang bernama Komunitas Gedung Papak dimulai dari diskusi kecil beberapa tokoh pemuda Pamarayan yang memiliki keinginan untuk membentuk suatu organisasi yang bisa dijadikan sebagai wadah untuk menampung ide, serta gagasan-gagasan mengenai pelestarian cagar budaya Bendungan Lama Pamarayan.
Komunitas Gedung Papak merupakan sebuah organisasi yang bergerak dibidang pelestarian bangunan bersejarah bendungan lama pamarayan.   Sejak dimulainya pembangunan bendungan lama pamarayan pada era kolonial yakni tahun 1905 dan selesai pada 1935. Pengerjaan pembangunan bendungan lama pamarayan memakan waktu kurang lebih tiga puluh tahun, karena pada kurun waktu 1905-1935 terjadi perang dunia I sehingga berdampak pada terhentinya untuk sementara waktu pembangunan bendungan. 
Pada tahun 1970 bendungan lama pamarayan mulai mengalami perbaikan (PELITA I), kemudian pada tahun 1985 bendungan pamarayan mulai mengalami kerusakan pada pondasi yang disebabkan oleh penggalian pasir di jalur irigasi hilir. Bendungan lama pamarayan mulai dimakan usia sehingga tahun 1992 dimulai proyek pembangunan bendungan baru pamarayan sampai diresmikan pada tahun 1997. Sejak saat itu bendungan lama pamarayan sudah tidak berfungsi samapai saat ini dan telah menjadi cagar budaya peninggalan bersejarah.
Bendungan Lama Pamarayan tidak hanya sekedar bangunan bersejarah, namun lebih dari itu Bendungan Lama Pamarayan telah menjadi sebuah simbol dari nilai historis daerah dan telah terpatri dihati masing-masing individu yang merasa peduli dengan peninggalan bersejarah Bendungan Lama Pamarayan . Dalam konteks kekinian, kondisi memprihatinkan  Bendungan Lama Pamarayan sejak tidak berfungsi lagi sebagai bendungan  menjadi latarbelakang Komunitas Gedung Papak untuk menjadi bagian dalam upaya merawat serta ikut berupaya melestarikan keberadaan bendungan lama pamarayan.